Housekeeping.my.id –
Jakarta, CNN Indonesia —
Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, diduga membatasi akses berita dari wilayah Palestina selama agresi Israel ke Gaza yang telah menewaskan setidaknya 45 ribu orang.
Sebuah penelitian menunjukkan penurunan drastis keterlibatan pengguna terhadap konten berita dari media Palestina sejak Oktober 2023. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan bias platform terhadap suara-suara dari wilayah tersebut.
Studi tersebut menganalisis data dari 20 organisasi berita Palestina, termasuk Palestine TV, Wafa News Agency, dan Al-Watan News. Selama agresi, yang seharusnya meningkatkan minat pengguna terhadap berita, keterlibatan pengguna justru turun hingga 77 persen setelah serangan agresi Israel.
Palestine TV misalnya, mengalami penurunan 60 persen dalam jumlah orang yang melihat unggahan mereka, meskipun memiliki 5,8 juta pengikut di Facebook.
“Interaksi benar benar dibatasi, dan unggahan kami berhenti menggapai orang,” ujar Tariq Ziad, seorang jurnalis di Palestine TV, melansir BBC, Rabu (18/12).
Kondisi ini mempersulit media Palestina untuk menyampaikan informasi penting dari Gaza dan Tepi Barat, terutama ketika akses jurnalis internasional ke wilayah tersebut sangat terbatas.
Sebagai perbandingan, BBC juga menganalisis data dari 20 organisasi berita Israel, seperti Yediot Ahronot dan Israel Hayom. Hasilnya, keterlibatan pengguna terhadap konten mereka justru meningkat hampir 37 persen selama periode yang sama.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam moderasi konten oleh Meta.
Laporan internal yang bocor menunjukkan bahwa Instagram meningkatkan moderasi komentar pengguna Palestina setelah Oktober 2023.
BBC juga mewawancarai lima karyawan berstatus mantan maupun yang saat ini masih bekerja di Meta. Salah satu orang mengungkapkan bahwa algoritma Instagram diubah untuk lebih agresif memoderasi komentar dari pengguna Palestina, dengan alasan lonjakan konten kebencian.
Namun, perubahan ini diduga memperkenalkan bias baru terhadap pengguna Palestina.
“Dalam seminggu dari serangan Hamas, kode itu pada dasarnya diubah membuatnya lebih agresif terhadap orang-orang Palestina,” ujar orang tersebut yang tidak ingin disebutkan namanya.
Jurnalis Palestina telah lama khawatir Meta melakukan “shadow banning” terhadap konten mereka. Pada 2021, laporan independen yang ditugaskan Meta mengungkapkan kurangnya keahlian bahasa Arab di antara moderator sebagai salah satu penyebab.
Kesalahan penerjemahan otomatis juga menjadi masalah, seperti frasa “Alhamdulillah” yang diterjemahkan secara keliru sebagai dukungan terhadap terorisme.
Namun, data dari organisasi berita berbahasa Arab lainnya, seperti Al-Jazeera dan Sky News Arabia, menunjukkan peningkatan keterlibatan pengguna hingga hampir 100 persen. Hal ini memperkuat dugaan bahwa media Palestina secara khusus menjadi target pembatasan.
Situasi ini semakin memperburuk keadaan bagi jurnalis Palestina, yang menghadapi resiko tinggi di lapangan. Setidaknya 137 jurnalis Palestina dilaporkan tewas di Gaza sejak konflik dimulai.
“Banyak informasi yang tidak dapat dipublikasikan karena terlalu grafis, misalnya jika tentara (Israel) melakukan pembantaian dan kami memfilmkannya, video tidak akan menyebar,” ucap Omar el Qataa, seorang jurnalis foto di Gaza utara.
Meta, selaku induk Facebook dan Instagram, mengatakan bahwa setiap implikasi yang sengaja menekan suara-suara tertentu adalah “sangat salah”.
Meta mengakui kebijakan ini tetapi berdalih bahwa langkah tersebut diperlukan untuk mengatasi “peningkatan konten bermasalah”. Meski kebijakan ini telah dicabut, Meta tidak mengungkapkan kapan hal tersebut dilakukan.
“Kami mengakui bahwa kami membuat kesalahan, tetapi implikasi apa pun yang kami sengaja menekan suara tertentu adalah salah,” kata juru bicara Meta.
Meta juga mengklaim telah menerapkan “tindakan produk dan kebijakan sementara” untuk menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan kebijakan internal mereka.
(wnu/dmi)
Artikel ini Disadur Dari Berita : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20241223111614-192-1180205/bagaimana-meta-membatasi-berita-soal-genosida-israel-ke-palestina