Jakarta, CNN Indonesia —
Haris Rusly Moti menyampaikan optimisme bahwa pemerintahan Prabowo Subianto terbuka lebar terhadap pandangan dan masukan berbagai unsur masyarakat sipil terkait penerapan PPN 12 persen, mulai ormas keagamaan MUI, KWI, PGI, hingga para pengusaha serta intelektual dan para ekonom.
Haris menilai, setiap kritik dan masukan merupakan suplemen yang akan memperkuat pelaksanaan kebijakan PPN 12 persen agar semakin berpihak terhadap kepentingan rakyat.
“Saya yakin Presiden Prabowo pasti mendengar dan membaca aspirasi yang berkembang untuk menyempurnakan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat,” kata Haris.
Dirinya menyebut, saat ini terjadi situasi geopolitik antara negara-negara yang dipimpin Amerika Serikat dan Uni Eropa yang berseberangan dengan China dan Rusia. Dampaknya, konsensus pasar bebas ambruk, setelah sekian lama jadi mekanisme perdagangan global.
Hal itu membuat kondisi pasar bebas berubah menjadi “Friendshoring” atau perdagangan antarsesama negara yang saling bersekutu. Situasi tersebut diprediksi akan membuat ekonomi global pada 2025 jadi suram.
Di Indonesia sendiri, Haris menyebut bahwa siapapun pemimpinnya akan menghadapi situasi sulit dengan ruang pilihan yang terbatas. Menurutnya, terkadang pemerintah harus menempuh kebijakan tidak populer sebagai mitigasi agar situasi geopolitik itu tidak berdampak buruk terhadap ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat.
Terkait kebijakan PPN 12 persen, memang bukan kebijakan di era pemerintahan Prabowo. Namun, Prabowo tidak cuci tangan dan tetap bertanggung jawab.
“Saya kira bukanlah karakter Presiden Prabowo untuk menyalahkan masa lalu setiap menghadapi masalah dan tantangan,” kata Haris.
Lebih jauh, Haris meminta agar rakyat dan para pelaku usaha dapat memahami situasi sulit saat ini, yang akhirnya melahirkan kebijakan PPN 12 persen.
Dirinya mengingatkan agar sejalan dengan masukan DPR RI yang diwakili Sufmi Dasco Ahmad, yang meminta kebijakan PPN 12 persen jangan sampai makin memperlemah ekonomi dan daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Untuk itu, penerapan PPN 12 persen diutamakan untuk komponen pajak barang mewah. Haris berharap, perbedaan pendapat terkait PPN 12 persen tidak berpengaruh terhadap persatuan Indonesia.
“Saya yakin pemerintahan Prabowo sangat hati-hati dalam membuat kategorisasi terkait komponen barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen, sehingga daya beli ekonomi rakyat tidak terganggu,” katanya.
“Saya berharap kita sama sama menjaga agar bangsa kita dijauhkan dari dampak negatif, baik ekonomi maupun politik, akibat pertikaian geopolitik yang diperkirakan memanas di tahun 2025,” pungkas Haris.
(rea/rir)